Save me a place
In the heart of your hearts
When you think of love
Never forsake me…
Playlist dari media player di laptop itu hanya satu lagu saja. Lady of Dreams. Diputar dengan volume yang keras, tanpa henti, tanpa jeda. Menggema melalui speaker portable di sebuah kamar kost berukuran 3x4m. Bara, penghuni kamar itu, duduk terdiam memandangi langit senja dari balik jendela. Matanya sayu, rambutnya tak beraturan. Badannya lunglai. Bara sudah tak tidur selama 3 hari. Selama itu pula ia tak makan, hanya minum dari botol air mineral yang diberikan temannya. Ia bagaikan mayat hidup. Sesekali dipandanginya foto seorang gadis yang dipajang di meja kerjanya. Lalu turun air matanya. Pelan. Badannya sedikit berguncang. Ia menangis sesenggukan.
***
“Ana, semua persiapan sudah beres, kan?” Malam itu Bara menelepon Mariana, kekasihnya.
“Sudah, Mas. Besok aku akan ke penjahit lagi, memastikan baju kebayaku sudah sesuai ukuran pas fitting seminggu lalu.”, sahut Mariana di ujung telepon.
“Ok, kalau gitu. Kamu jangan kecapekan ya.”
“Ya, Mas. Tempat untuk nginap keluarga Mas juga sudah siap. Aku tunggu segera kedatanganmu di Solo.”
Bara dan Mariana berkenalan pada satu event pameran rumah di Jakarta. Bara yang seorang arsitek muda sedang berjaga di booth yang dibuka kantornya. Sedangkan Mariana saat itu sedang melihat-lihat desain yang dipamerkan. Perkenalan singkat pun berlanjut karena Mariana ada tugas mencari arsitek untuk mendesain salah satu kantor baru perusahaan tempatnya bekerja.
Mereka pun menjadi akrab. Tak hanya soal pekerjaan yang dibicarakan, berbagai hal selalu menjadi perbincangan hangat di antara keduanya. Dan tak perlu waktu lama, terjalinlah kedekatan di antara mereka hingga satu tahun kemudian mereka memutuskan untuk menikah.
***
Hari ke-4
Lagu itu masih saja mengalun. Mendendangkan sebuah kesenduan. Mengisi ruang sepi. Ruang seorang Bara. Pemuda tampan dengan keangkuhan pikiran yang sedang menguasainya. Matanya masih nanar menatap jalanan dari jendela kamarnya. Mata itu sudah mulai memerah.
Sesekali Bara membalikkan badan, menghadap dinding kamarnya. Lalu kedua tangannya mengepal. BUKK!! BUKK!! Dinding kamar itu pun menjadi sasaran empuk pukulan tangannya. Entah ia merasa kesakitan atau tidak. Namun ritual itu terus diulang-ulangnya. Setelahnya, badan tegapnya terduduk lagi. Kembali ke depan meja kerjanya. Dilihatnya lagi sesosok gadis dalam bingkai foto itu.
“Sudahlaah, tak ada gunanya lagi kamu menyendiri seperti ini. Mendingan kamu doakan dia. Ini sudah takdir yang terbaik bagimu dan baginya.” Suara itu terdengar jelas di telinga Bara. Bara merasa terhina. Ia melonjak. Ia merasa tertantang untuk melawan.
“Kamu tahu apa! Seharusnya dia ada di sini. Bersamaku. Yang kau bilang terbaik itu apa? Takdir? Sudah memberikan apa takdir? Dia pergi. Dia hilang dari hidupku. Itu terbaik? Terbaik macam apa!!” Emosi Bara meluap. Dadanya berdegup kencang. Matanya tak lepas dari dinding kamarnya. Tangannya mengepal lagi. Dipukul-pukulnya lagi dinding itu. Tak henti.
***
Duhai kamu
Wangi bunga yang selalu hadir memenuhiku setiap hari
Kau telah meronakan hidupku
Seindah warna udara pagi yang kujumputi bersama kilau mentari
Aku terpesona kelembutanmu
Senyum yang menerangi duniaku
Sebuah nama yang selalu terembus di tiap napasku
Menjadikan rindu mengalir dalam nadiku
Aku menuliskan ini untukmu, gadis impianku
Mariana-ku
Rangkaian kata berisi puisi itu pernah dikirimkannya kepada Mariana melalui whatsapp. Mariana, dengan segala pesonanya telah meluluhkan hati Bara. Ia seorang gadis cantik dan pintar. Sudah beberapa tahun ia merantau ke Jakarta. Seorang gadis yang lembut dan punya prinsip yang tegas dalam hidupnya. Pertemuan setahun lalu dengan Bara, dan puisi yang selalu dikirimkan Bara kepadanya telah membuatnya menerima Bara dalam hidupnya, menjalani hari-hari di luar pekerjaannya bersama pemuda itu. Ia sungguh melihat kegigihan Bara untuk meyakinkannya bahwa ialah gadis yang diimpikannya.
Bara, pemuda tampan asli Sunda berusia 26 tahun, berambut rapi pendek dengan badan tegap, berpendirian tegas, namun hatinya mudah rapuh. Entah kenapa ia menjadi punya nyali untuk mendekati Mariana semenjak perkenalan mereka. Tak seperti biasanya di mana ia cenderung ignorant terhadap makhluk bernama wanita.
Mariana telah mengubah hidup Bara. Bara yang pendiam seketika menjadi riang. Bara yang tak punya banyak teman, seperti telah menemukan seorang sahabat yang sangat mengerti dirinya. Kelembutan Mariana telah menaklukkan hatinya. Membuat setiap hari-harinya adalah tentang gadis itu. Mariana telah menumbangkan keangkuhannya terhadap gadis-gadis lain yang berusaha mencuri perhatiannya. Gadis itu telah menghapuskan egonya akan ketertarikan terhadap wanita. Ego untuk selalu dipuja oleh banyak wanita. Nama seorang Mariana telah tersemat dalam dadanya, sebagai gadis impiannya. Begitu banyak hal yang ia kagumi pada gadis itu. Gadis itu pula yang telah membuat irama hidupnya lebih teratur, tak melulu hidup dengan urusan pekerjaan dan karir. Ya, Mariana telah menjadi pujaan hatinya, gadis yang diinginkannya.
***
Hari ke-5
“Lihatlah dirimu. Kamu sudah lima hari seperti ini. Tidak mandi, tidak makan. Kamu mau seperti ini terus? Kamu bisa mati lama-lama.” Suara asing itu memberinya nasihat lagi, tapi nada bicaranya agak tinggi. Bara ingin tak acuh. Namun ia tak bisa menahan juga untuk tak membalasnya.
“Tahu apa kamu tentang diriku? Tak usah pura-pura peduli. Biar saja aku mati. Memang mungkin sebaiknya aku mati!” Bara tak kalah lantang berucap. Bibirnya bergetar.
Pertarungan sengit terjadi. Tinggal menunggu siapa menang, siapa kalah. Bara merasa dirinya tak aman. Ia diserang oleh suara-suara itu lagi.
“Kamu nggak kasihan sama dirimu sendiri? Bara, ini bukan dirimu. Kamu nggak seperti ini. Kamu orang baik. Sadarlah. Ikhlaskan dia. Berserah diri saja pada Tuhan. Ingatlah, banyak yang khawatir terhadap dirimu, tapi kamu tak acuh. Kamu abaikan mereka.” Suara itu bagaikan bombardir meriam bagi hati Bara yang sedang luka. Ia pun berteriak membalas, melancarkan pukulan balik.
“Ya, kamu benar. Aku orang baik. Aku bukan bajingan!” Bara memberontak. Suaranya meninggi. “Aku nggak pernah melakukan kejahatan. Aku bukan anak nakal. Aku bukan berandalan. Aku nggak pernah nyakitin orang. Aku juga tekun beribadah. Tapi apa yang Tuhan lakukan padaku? Dia telah mengambilnya. Dia mengambil Marianaku. Ini sungguh tak adil!”, sambungnya lagi dengan berapi-api. Ia marah. Napasnya mulai tersengal.
Sejenak hening. Pertarungan terhenti. Air mata turun lagi dari pipinya, pipi seorang Bara yang rapuh. Namun kemudian badan tegapnya bangkit, lalu dinding kamar menjadi korban pukulannya lagi dan lagi.
***
Sampun kapundhut ing kersaning Gusti Allah Swt, Mariana binti Khairudin, mugi katampi ing swarga minulya. Aamiin.
(Telah berpulang ke hadirat Allah Swt, Mariana binti Khairudin, semoga diterima di surga yang dimuliakan. Aamiin.)
Kabar mengejutkan itu diterima Bara melalui chat dari Kakak Mariana. Berita dalam bahasa jawa itu baru ia mengerti setelah ia tanyakan ke teman satu kostnya yang orang jawa. Seketika ia merasa pandangan matanya gelap. Ia terduduk lemas sambil masih menggenggam smartphone-nya. Ia tak percaya. Tiga hari lagi ia akan melangsungkan pernikahan dengan Mariana. Tapi kenyataannya? Gadis pujaannya itu telah pergi untuk selamanya.
Mariana mengalami kecelakaan saat pulang dari penjahit. Motor yang dikendarainya terserempet mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak pembatas jalan. Ia terlempar beberapa meter. Nyawanya tak bisa diselamatkan lagi.
Save me, save me a place in your heart
Tears escape from me when we’re apart
Please dream of me now, my lady of dreams
My thoughts and wishes are all that surrounds
Mysteries hold you then fly you away
You know you are my life, my lady of dreams..
Lagu masih terus terputar, menjadi pengiring kesedihan Bara.
***
Hari ke-6
Kamar itu telah menjadi singgasana paling sunyi, ruang paling diam namun riuh dalam pikiran. Dan lagi, Bara masih saja mendengar suara-suara di tengah keterpurukan hatinya. Pertarungan belum usai. Namun kali ini ia hanya terdiam. Ia masih mencoba menahan rasa sakit pada hatinya yang terluka. Luka akan sebuah kehilangan.
“Bara, kamu boleh bilang Tuhan tidak adil. Tapi coba lihat, sisi mana yang membuat Tuhan tidak adil?”
Bara melengos.
“Kamu ingat tidak, saat kamu gagal masuk PTN lewat jalur khusus dari sekolah. Kamu bisa saja masuk universitas idamanmu, tapi dengan jurusan yang bukan kamu mau. Lalu Tuhan mengabulkan doamu, meluluskanmu ujian SBMPTN sesuai maumu, jurusan Teknik Arsitektur.
“Kamu juga perlu tahu, beberapa tahun lalu waktu kamu terlambat pergi kerja. Ketinggalan jadwal KRL yang biasa kamu naiki. Lalu ternyata, KRL itu kecelakaan, bertabrakan dengan truk tangki Pertamina dan merenggut banyak korban jiwa.”
Bara masih tak menyahut.
“Satu lagi, waktu itu Dodi pinjam uangmu untuk dikirim ke orang tuanya yang sakit. Kamu sebenarnya sedang pas-pasan, uang kost juga belum dibayar. Tapi kamu berikan juga uangmu ke Dodi. Dan akhirnya? Tuhan membuatmu memenangkan lomba maket yang hadiahnya bisa buat bayar uang kostmu selama beberapa bulan.”
“Kamu masih mau bilang Tuhan tidak adil?”
“Kamu boleh saja marah pada takdir. Tapi apa ini akan mengembalikan Mariana lagi? Tidak. Ingatlah. Kamu sangat mencintai Mariana. Kamu sangat memujanya sampai lupa waktu. Kamu nggak tahu, bahwa mungkin Tuhan juga cemburu padamu. Tidakkah kamu sadari itu?”
Bara tercenung. Kali ini ia mengakui, ia tak bisa membalas serangan bertubi-tubi itu. Ia menatap kedua punggung tangannya yang terluka. Entah kenapa saat itu juga hatinya merasakan kerinduan. Ya, ia rindu. Rindu menapakkan kedua tangannya di atas sajadah. Ia merasa tiba-tiba ada angin yang berembus merasuk ke dalam jiwanya, membawa kesejukan. Ia ingin berbicara, membalas suara-suara yang sedari tadi menggema di kedua kupingnya. Namun belum sempat ia membuka mulut, suara itu datang lagi…
“Kamu tahu kenapa Tuhan memanggil Mariana, di saat dia akan menjadi pendamping hidupmu? Karena mungkin saja dia bukanlah pendamping terbaikmu. Dia gadis impianmu saat ini, tapi mungkin bukan untuk selanjutnya. Dia yang kau anggap perwujudan mimpimu, padahal belum tentu benar demikian. Tuhan punya cara terbaik dalam mewujudkan mimpi hamba-Nya. Dan tak selalu mimpi itu terwujud dengan caramu, dengan cara manusia.”
“Lalu kenapa kamu kehilangan Mariana sekarang? Mungkin Tuhan tak ingin melihatmu lebih terpuruk jika Mariana diambil-Nya saat dia sudah berada di sisimu. Ketahuilah, waktu dari yang Mahasegala itu selalu tepat.”
***
Bara tertunduk. Ia lalu tersungkur. Ia bukan mengakui kekalahannya. Pertarungan itu sungguh bukan tentang menang atau kalah. Pertarungan kata yang mahadahsyat telah terjadi di kepalanya, di pikirannya. Pertarungan di dalam dirinya. Juga pertarungannya melawan luka di hatinya. Kata hati dan nuraninya telah memenangkannya.
Dan luka akan sebuah kehilangan yang dideranya, akan disembuhkannya sendiri. Luka karena kehilangan seseorang yang dicintai. Luka karena mencintai, maka akan ia sembuhkan dengan mencintai. Mencintai dirinya sendiri dan mencintai-Nya. Ia tak bisa menyalahkan-Nya. Lalu ia pun bersujud, menyebut nama-Nya kembali.
Ia pun akhirnya menyadari bahwa ia lebih kuat daripada luka. Seperti salah satu puisi yang pernah dibacanya dan sangat ia sukai.
Cinta adalah kekalahan paling manis
Sebuah perayaan yang aku rela gugur demi kebaikan kita
……
Luka dan cinta
Tanpa cinta, punyamu hanya luka
Semua hati pernah terluka, tetapi hanya hati yang mencintai bisa mengobati
Di dalam hati yang terluka, di situ dan tidak pernah di tempat lain, kau akan menemukan penawarnya
Hati hanya bisa disembuhkan oleh hati
Dengan hatimu, kamu memulai lagi sebuah cinta
Pertama-tama, cintailah hatimu yang patah
Mencintai itu menyembuhkan
Hati yang patah karena mencintai hanya bisa disembuhkan dengan mencintai
Manusia itu kuat, kata Ibuku
Kamu lebih kuat daripada luka
“Kamu Lebih Kuat daripada Luka”– Weslly Johannes
***
Depok, 6 Mei 2020
Lady of Dreams, a song courtesy of Kitaro & Jon Anderson.
Featured image source: Pinterest
cerita fiksi ini pun juga pernah terjadi dalam kehidupan nyata. Memang sulit untuk menerima semua ini. Pertempuran ini memang bukan tentang menang atau kalah, namun tentang menerima dengan ikhlas atas apa yang sudah ditakdirkan oleh-Nya. ikhlas dan kemudian kembali melanjutkan hidup.
Cerita yang bagus mbak dewi 🙂
Yes, betul. Thanks ya Mas.:)
Moral of the story dari cerita yang gw baca ini kurang lebih mengejar sesuatu boleh, tapi jangan lupa juga bersyukur sama apa yang udah dimiliki..
Jadi kalo ngga dapet yang kita pengenin, semangat hidup ngga ancur2 amat 😀
Bener ngga?..hehe..
*Sok tau :p
Btw, nice story!
Betul Kak, bisa juga seperti itu. Juga tentang bagaimana menyikapi sebuah kehilangan, di mana sampai harus terjadi pertarungan dengan diri sendiri. 🙂
Sad story 🙁
hehe iya Mas..thanks sudah baca 🙂
Merasakan banget nih ‘pertarungan’ seperti Bara. Menyembuhkan luka itu ga bisa sebentar, tapi perlahan-lahan bisa ya mba, kuncinya apakah kita mau dan siap mendengarkan hati yang seolah2 bertolakbelakang dengan apa yg kita rasakan, namun hati sebenarnya sedang berjuang mengobati lukanya.
yups
Berada di posisi Bara pasti berat banget, mencoba bangkit dari keterpurukan. Ketika secercah harapan untuk hidup yg lebih indah justru dimusnahkan..
Yup, dan pada akhirnya semua pasti akan baik-baik saja. 🙂
Uhhh pertama kalinya baca cerpen mbak dew dengan sad ending, dari awal udah nebak sih bakalan sad ending tapi ah tetap aja terbawa suasana haha
Kenyataan yang emang pahit banget sih, kalau ngalamin sendiri mungkin bakalan kaya Bara juga. Daku menunggu cerpen-cerpen selanjutnya 🙂
Yup Dek, ini bikin cerita yang ringan dan simpel aja, tapi semoga tetap penuh hikmah.
Insya Allah, semoga makin rajin nulis nih hahaha…
Ehmmm Bara kehilangan sosok yg blm jafi pendamping sebegitunya ya kak, aku jadi ingat temanku menikah hanya 7 hari pacaran 3 thn karena temanku meninggal dunia, dan sang suami yg baru sah selama 7 hari limbung ga mau pulang dari pemakaman. Memang semua sudah ada yg maha pengatur.
Waah, hampir sama persis ya Mbak ceritanya. Semoga yang terbaik untuk teman Mbak Inna.
Semoga dengan keikhlasan dan kelapangan hati Bara, ia kelak akan mendapatkan pengganti yang lebih baik. Aku menunggu cerpen ini punya part 2 nya mba hehehe
Waah, selalu deh ni nunggu cerita berikutnya..hahaha.. nggak kapok ya baca ceritaku? 😀
terkadang yg terbaik dimata Tuhan adalah yg terburuk di mata manusia. Sifat manusia dengan keterbatasan berpikir menjadi tidak bisa menerima suatu kejadian diluar keinginan sendiri. Bara menjadi manusia pembelajar bagi semua dimn ia berhasil menundukkan ego. Alur cerita yg bagus mba Dew..
Yes Mbak..yang dia pikir selama ini dia selalu berbuat baik dan harus selalu mendapat hal baik, saat mendapat hal yang dia pikir buruk, maka akal sehatnya tak mau menerima. Sedangkan ketetapan Tuhan berlaku seperti itu, sebagai ujian yang harus diterimanya. hehe..
Mungkin Mariana disinggahkan Tuhan kepada Bara untuk sementara, tapi memberi makna : demikianlah hakikinya jalan kehidupan. Tidak ada yang tahu. Thanks to meaningful story mbak.
Yap betul, Kak Tuty. Sama-sama, Kakak…semoga bermanfaat.
Saya selalu yakin Tuhan pasti punya rencana indah dibalik segala kejadian atau hal yg kita alami. Manusia terkadang hanya perlu diingatkan bahwa Tuhan punya caranya sendiri untuk menunjukkan kecintaannya pada manusia.
Ya setuju Mbak! 🙂
aku suka puisinya….
ertama-tama, cintailah hatimu yang patah
Mencintai itu menyembuhkan
Hati yang patah karena mencintai hanya bisa disembuhkan dengan mencintai
Manusia itu kuat, kata Ibuku
Kamu lebih kuat daripada luka
dalemmmmmmmm bgt maknanya.
Iya bagus Kak, aku juga suka sekali puisi itu. Apalagi pas dibacain sama temen cowok, dijadikan musikalisasi..terasa sekali ruhnya..
Mungkin karena belum pernah ketemu langsung ya (orang yang stres ditinggal kekasihnya), jadi rasanya begitu fiksi. Pernah ada kenalan yang dulu pasangannya dibawa ombak tsunami Aceh. Tapi makan dan aktivitasnya tetap berjalan, walaupun jelas terlihat sedihnya
Hehe iya mungkin saja, Mas. Aku juga sih belum pernah, tapi nggak tahu aku selalu masuk ke dalam tokoh yang kuceritakan dan ikut merasakan sedihnya. Bahkan ada cerita fiksi yang aku tulis, pas di bagian sad section nya aku ikut nangis sendiri hahaha…Gara2nya aku jatuh cinta sama tokoh yang kuciptakan sendiri.. wkwkw…
Masha Allah, maknanya dalem banget Mba Dewi. Pernah mengalami juga yang namanya kehilangan, sempat ada pertarungan juga dalam pikiranku. Kenapa harus aku yang alamin?
Wahhh ke sok tahuan aku sebagai manusia pada saat itu penah ku alami. Pada akhirnya ku serahkan semuanya sama Allah. Karena ia sang maha kuasa, sutradara terbaik dalam segala kehidupan.
Thanks mba dewi buat ceritanya, banyak sisi positive yang bisa aku pelajari.
Wah, thanks juga ya sudah berbagi ceritanya, Nia..nice insight! 🙂
Awalnya aku baca, mikirnya ini cowo ngapain sihh selebay itu tp makin baca makin sadar ya wajar aja si Bara bertindak begitu… sumpah ceritanya keren banget Mba, bercerita sekaligus berkotbah sih ini… Two thumbs up…
Terima kasih Kak, sudah nyempetin baca. Memang ide awalnya bikin cerita yang simpel aja tapi tetap bermakna, semoga…hehe.
Jujur kita juga sering seperti Bara hanya mungkin tidak terlalu ekstrim.
Jika kita tidak mendapat apa yang kita inginkan dipikiran kita muncul perasaan Tuhan tidak adil.
Padahal banyak sekali rahmat Nya yg sudah kita nikmati secara bertubi tubi.
Nice story..mba.
Betul Mbak, saat ujian datang, kadang kita lupa banyak nikmat yang sudah kita peroleh sebelumnya..hehe..
Kehilangan orang yang dicintai memang sangat menyakitkan. Cerpennya keren mbak Dew, ada puisinya juga. Ini cerpen pertama Mbak Dew yang aku baca, ditunggu cerpen yang lainnya ya mbak.
Ada Jun lainnya, diumpetin, haha.. Makasih ya..
“menerima” setiap hal yang terjadi dalam hidup itu rasanya emang bukan perkara mudah. Ceritanya keren Kak
Betul, nggak mudah tapi bisa..dan akhirnya juga bisa karena terpaksa..wkwkw..
stay strong Bara…tidak akan mudah melalui ini…tapi cuma kamu yang mampu…
*lapingus hiks hiks….
hihi iya Mbak, mungkin terkadang kita menjadi seperti Bara, tapi kita pasti kuat kok.. 🙂
Pertarungan Bara – Kok aku bacanya merinding ya mba. Keren ih.
Ceritanya masa bikin aku juga ngerasain apa yang bara rasa.
Kalau gitu Caca pasti seseorang yang kuat.. seperti Bara pada akhirnya, hehehe.. Terima kasih Ca buat apresiasinya.. 🙂
Kamu lebih kuat daripada luka…huhuu..sederhana tapi dalam makna ceritanya. Keren banget
Mencintai itu menyembuhkan, patah hati itu sembuh dengan mencintai…dan benar adanya Bara pun memenangkan pertarungannya atas luka.
Iya Mbak..keren itu memang puisinya. Betapa mencintai itu bisa membawa banyak dampak, termasuk menyembuhkan luka..hehe
Huaaa ceritanya nyes banget. Iya ya, kadang kita lupa kalau Tuhan juga bisa cemburu. Makasih pengingatyna Kakkk
Sama-sama yaa, cerita ini pengingat bagiku juga.. 🙂
Deep… Berat pasti ya di posisi Bara. Terpuruk dengan pemikiran yang saling bertarung.
Tapi hebat, dia mulai belajar bangkit. Nice story, Mbak!
Terima kasih, Kak. 🙂
Cerita fiksi yang seolah-olah hidup, bisa ngerasain jadi bara yang pasti hancur banget krn di tinggal selamanya oleh calon istri nya 3 hari sebelum hari H. Mbak dwi bisa membawa aku kedalam kehidupan bara, bukan hanya air mata bara aja yg tumpah, akupun nangis membaca cerita ini hingga habis. Tuhan memang segal-galanya menentukan takdir seseorang.
Iya betul Mbak…takdir dariNya selalu yang terbaik. 🙂
Keren bun. Sampe banget message nya 🙂
Kadang manusia begitu, kalau keinginannya ga terwujud suka ngasih pelampiasan ke Tuhan. Padahal Tuhan bisa jadi ingin hambaNya hidup lebih bahagia. Makasih bun, udah ngingetin lewat cerita Bara 🙂
Sami-sami ya…semoga bermanfaat, sedikit berbagi melalui kisah, buat belajar aku sendiri juga, hehehe..
Kok aku jadi kaya ngeliat diri sendiri ya mba, hehehe makasih sudah membuatku terbawa dalam cerita ini
Pertarungan Bara ternyata pertarungan terhadap dirinya sendiri ya..dan bagaimana seharusnya menyikapi kehilangan..nice story..