Site icon Dewi Setyowati

Serunya Napak Tilas Kerajaan Majapahit

Bagi yang suka banget sama sejarah kerajaan di Indonesia, napak tilas kerajaan Majapahit tentunya menjadi sebuah trip yang seru. Karena banyak tempat menarik yang akan dikunjungi, saya yang sebetulnya nggak terlalu suka banget sama sejarah akhirnya pengen juga ikut mengulik sejarah kerajaan besar yang pernah berjaya pada masanya ini. Trip napak tilas sejarah Kerajaan Majapahit ke Trowulan Mojokerto Jawa Timur ini diadakan oleh komunitas kami Klub Blogger dan Buku BPJ (KUBBU), pada tanggal 10-12 Agustus 2018. Total rombongan kami hanya berjumlah 12 orang. Sebagian ada yang berangkat dari Jakarta, ada juga yang dari Yogya dan Surabaya. Trip ini adalah salah satu program dari Kubbu yaitu Tour Based on Book, trip berdasar buku Babad Tanah Jawi yang pernah dibahas juga dalam diskusi mingguan QT Kubbu. Selain Mas Achi, satu CP (Contact Person) trip ini, Nasa adalah pemerhati sejarah, pernah mengajar sejarah juga. Jadi udah nggak diragukan lagi pengetahuannya tentang ini.

Sore itu, saya beserta 7 orang peserta lainnya berangkat dari Jakarta menaiki kereta Matarmaja dari stasiun Pasar Senen. Perjalanan memakan waktu sekitar 13 jam sampai di stasiun Kertosono, Jombang. Setelah sempat sarapan nasi pecel di dekat stasiun, kami naik mobil elf sewaan sekitar 1,5 jam langsung menuju tujuan pertama yaitu Museum Majapahit di Trowulan. Peserta selain dari Jakarta langsung berkumpul di sini juga. Situs peninggalan kerajaan Majapahit tak hanya terletak di satu tempat atau di museum ini saja, melainkan satu kawasan, kecamatan Trowulan. Dari hasil penelitian dan penggalian situs di Trowulan, dalam satu kawasan ini banyak peninggalan berupa candi, makam, prasasti, situs pemukiman, situs agama, situs upacara, situs pasar, kolam, artefak dan benda-benda bersejarah lainnya.

Sekilas Trowulan dan Majapahit

Menilik sejarah, diperkirakan terbentuknya kerajaan Majapahit adalah setelah Raden Wijaya berhasil melarikan diri saat diserangnya Kertanegara oleh Jayakatwang. Kertanegara terbunuh sedangkan Raden Wijaya diampuni Jayakatwang dan diberikan tanah di desa Tarik. Jayakatwang kalah diserang Kubilai Khan dan akhirnya Raden Wijaya lah yang mendirikan Majapahit. Awal mulanya ibukota Majapahit ada di desa Tarik, di mana terdapat pohon maja yang rasanya pahit. Hingga akhirnya diberi nama Majapahit. Diperkirakan karena terkena banjir, ibukota Majapahit akhirnya dipindahkan ke Trowulan. Majapahit sendiri masyhur sebagai kerajaan yang besar, didukung dengan perekonomian yang produktif dari sektor pertanian. Kehidupan kerajaan Majapahit yang religius dan peradabannya terekam dalam karya sastra di antaranya Negarakertagama dan Sutasoma. Potret arsitektur Majapahit tercermin dari teknologi rancang bangun yang dibuktikan dengan dibangunnya candi-candi yang megah. Dari struktur pemerintahan, Majapahit juga mempunyai aparat pemerintahan yang lengkap. Kemasyhuran Majapahit surut dengan seringnya terjadi perang saudara yang akhirnya merapuhkan kerajaan besar ini.

Museum Majapahit / Museum Trowulan

Bangunan museum Majapahit bermula dari sebuah kantor yang dijadikan tempat penelitian situs Trowulan oleh Bupati Mojokerto, RAA Kromodjojo Adinegoro bersama ilmuwan Belanda, Ir Henry Maclaine Port, yang pada tahun 1926 akhirnya tereralisasi menjadi museum.  Namun, dengan semakin banyaknya koleksi penemuan yang harus disimpan, museum sempat dipindahkan ke tempat yang lebih besar. Banyak peninggalan purbakala yang disimpan di museum ini. Selain artefak, benda koleksi museum antara lain koleksi tanah liat (terakota), keramik, logam, koleksi batu.

2 / 14

Di bagian belakang museum terdapat beberapa batu-batu prasasti yang agak besar, termasuk patung Garuda Wisnu Kencana yang disimpan di sana. Ada juga rekonstruksi bentuk rumah zaman Majapahit, namun yang ini dindingnya bolong, mungkin untuk memperlihatkan bagian dalamnya yang tanpa sekat. Kami juga sempat melihat maket kawasan trowulan yang dipajang di belakang museum. Dari maket ini kita bisa melihat keseluruhan denah peninggalan Majapahit di Trowulan. Di belakang museum bagian selatan, terdapat situs pemukiman. Menarik sekali karena kita bisa melihat sisa-sisa bangunan atau rumah di pemukiman itu. Pertama saya heran karena bentuknya semacam kolam kering, di dasarnya terdapat batu-batu gitu. Ternyata memang penggaliannya satu area dikelilingi semacam dinding. Kita juga tidak boleh turun untuk menginjak atau melihat dari dekat. Bentuk yang bisa kita lihat secara fisik memang hanya berupa batu bata, batu-batu kecil, tangga berundak, batu-batu semacam pondasi rumah. Namun dari analisis arkeologis bisa dilihat kapasitas ruangnya, menghadap mana, lalu juga adanya selokan di pemukiman tersebut.  Di luar museum dekat situs pemukiman ini juga masih ada pohon maja. Tentunya kami nggak melewatkan kesempatan untuk manjat dan foto ahaha.

Kolam Segaran

Setelah puas berkeliling museum, kami menuju Kolam Segaran yang letaknya tak jauh dari museum. Sambil  istirahat, kami mampir di warung sambel wader. Warung makan ini menyediakan berbagai makanan khas Jawa Timur, didominasi dengan ikan goreng. Namun, yang paling khas di sini adalah sambel wader. Sejak dari Jakarta kami sudah diiming-imingi kuliner ini sama Mas CP Achi, hehe.. Memang ternyata enak sekali pecel wadernya. Ikan wader kecil-kecil, digoreng lalu disajikan dengan sambal terasi dan lalapan, mirip pecel lele. Seusai makan, baru lah kami eksplor Kolam Segaran. Kolam ini cukup luas dan merupakan salah satu waduk peninggalan Majapahit yang punya cerita unik. Konon kolam ini digunakan sebagai tempat rekreasi untuk menjamu tamu dari luar negeri. Jika jamuan sudah usai, maka peralatan perjamuan berupa piring, mangkuk, sendok, gelas, dll yang terbuat dari emas dibuang ke kolam ini untuk menunjukkan betapa kayanya kerajaan Majapahit. Tapi setelah para tamu pulang, barang-barang tersebut diambil kembali, karena ternyata ada jaring di bawahnya, hehehe. Ada juga cerita bahwa kolam ini dahulunya dibangun untuk menambah kesejukan/kesegaran udara kota Majapahit.

Eksplor Candi-Candi

Destinasi eksplorasi selanjutnya adalah melihat keagungan karya arsitektural Majapahit berupa candi-candi di kawasan Trowulan. Ada banyak candi di kawasan ini, namun hanya beberapa saja yang kami kunjungi. Ada yang berbeda yang kami lakukan dalam hal eksplorasi candi ini yaitu kami menjelajahi candi dengan memakai kostum busana Jawa. Turun dari mobil elf kami bawa properti lengkap berupa kain jarik, beskap dan blangkon untuk yang cowok, kebaya untuk yang cewek. Kami sudah siapkan kostum ini sejak dari Jakarta. Memang tidak ada dresscode khusus untuk trip ini, hanya kesepakatan sebagian dari kami saja yang memang ingin berfoto dengan gaya lebih klasik. Mumpung lokasinya ada di area candi. Kami pun ganti kostum di bawah pohon, haha. Peserta trip yang nggak bawa kostum kami pinjamkan karena kebetulan kami membawa lebih. Satu hal lagi sebagai bentuk totalitas kami adalah dengan berjalan tanpa alas kaki di area candi meskipun panasnya minta ampun, hahahah.

Candi Tikus

Ditemukan pada tahun 1914, candi Tikus terletak di bawah permukaan tanah dan merupakan candi petirtaan karena terdapat pancuran di dinding-dindingnya. Konon airnya dianggap air suci. Miniatur candi yang ada di tengah melambangkan gunung Mahameru tempat dewa bersemayam dan sumber segala kehidupan dilambangkan dalam bentuk air mengalir. Saat kami ke sana sih tidak ada airnya. Candi Tikus didominasi batu bata dan berbentuk bujur sangkar, ditemukan karena ada laporan penduduk bahwa ada wabah tikus yang bersarang di gundukan. Setelah digali ternyata di dalamnya terdapat candi.

4 / 6

Candi Bajang Ratu

Masih dengan pakaian kebangsaan, kami menuju lokasi kedua yaitu candi Bajang Ratu. Kesan pertama saya melihat candi ini, wow cantik sekali. Candi Bajang Ratu diperkirakan berdiri pada abad 13-14 M dengan bahan utama batu bata dan belum pernah dipugar. Candi ini diperkirakan sebagai pintu masuk ke bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara, didukung dengan adanya relief Sri Tanjung dan Sayap Garuda yang melambangkan pelepasan. Yang juga menarik perhatian kami adalah hiasan di bagian atap candi yaitu kepala Kala yang diapit singa. Relief Kala ini merupakan mahakarya seni yang sangat indah, membuktikan kepiawaian seniman pada masa itu.

Candi Wringin Lawang

Disebut juga Gapura Purawaktra, candi ini diperkirakan merupakan pintu gerbang kerajaan Majapahit. Dengan tipe candi bentar (terbelah dua), candi Wringin Lawang ini tak kalah mengagumkan. Bahkan diduga gerbang Purawaktra ini adalah pintu menuju kediaman mahapatih Gajah Mada. Wallahu alam. Tinggi candi sekitar 11m membuatnya tampak megah. Berdiri di tengah-tengah candi ini jadi membayangkan seolah sedang memasuki gerbang kerajaan Majapahit. Menakjubkan, tetapi hanya dalam bayangan, hehehe.

5 / 7

Candi Brahu

Nah kalau candi yang ini bisa buat bersandar. Eh itu sih bahu ya, haha… Yang ini candi Brahu. Masih spekulasi apakah benar candi ini menjadi tempat krematorium para raja. Karena memang di dalamnya terdapat ruangan berukuran 4x4m dan ditemukan sisa-sisa arang dengan pertanggalan sekitar tahun 1400-an. Candi Brahu menjulang dengan tinggi sekitar 25m. Area sekitarnya sangat asri dengan rerumputan yang luas. Hari sudah menjelang sore dan kami pun sempat main-main dulu di rerumputan.

Desa Bejijong

Selesai main di candi, kami lanjutkan ke desa Bejijong yang memang masih satu kawasan dengan candi Brahu. Datang ke desa Bejijong kami seolah sedang menjelajahi pemukiman abad 14. Ya, desa ini adalah perwujudan kampung Majapahit di mana banyak peninggalan reruntuhan kerajaan Majapahit. Di desa ini juga lah tempat makam Raja Majapahit, Raden Wijaya yaitu Siti Inggil. Rumah di pemukiman ini masih berbentuk seperti rumah rakyat biasa zaman Majapahit, dengan berbentuk pendopo dan daun pintu kembar. Namun, atapnya sudah dimodifikasi dengan atap modern. Pada pagar di depan rumah terdapat simbol Surya Majapahit yang merupakan peninggalan kesenian khas Majapahit. Pada simbol ini terdapat sembilan dewa penjaga mata angin yang disebut Dewata Nawa Sanga.

Trip Sarat Ilmu

Kerajaan Majapahit sudah berlalu 700 tahun yang lalu, namun peradabannya menyisakan nilai historis yang tinggi dan ilmu pengetahuan yang menarik untuk dipelajari sampai sekarang. Trip ini bagi saya sangat sarat ilmu. Yang tadinya nggak ngerti sejarah kerajaan ini, jadi sedikit lebih tahu.  Betapa orang zaman dulu sudah punya peradaban yang sangat tinggi. Tinggal kita aja nih sekarang yang meneruskan dan melestarikan nilai-nilai yang ada.

Trip sejarah ini tak hanya berakhir di Trowulan, tetapi masih lanjut ke Kediri dan Blitar mengunjungi makam Bung Karno, Istana Gebang, juga Candi Penataran. Lain kali saya ceritain yaa.. Yang ini cukup sekian dulu. 🙂

Exit mobile version