Enggak pernah terbayang sebelumnya kami sekeluarga bakal melakukan perjalanan ke pesisir Aceh Barat. Memang pernah punya rencana juga ke sana, namun tidak secepat itu perjalanan akan kami lakukan. Oleh karenanya, setelah sampai di sana pun kami tak merasa menyesal sedikitpun, karena begitu banyak tempat di sepanjang pesisir Aceh Barat yang memesona. Saya sudah beberapa kali mengunjungi negeri serambi Mekah ini dan selalu saja tetap rindu ingin ke sana lagi.
Gara-gara Mati Listrik
Perjalanan ini kami lakukan 2 tahun lalu, pada bulan Mei 2016. Bertepatan dengan agenda mengunjungi keluarga di Banda Aceh sekaligus berbagi ilmu bagi para pemuda dan mahasiswa di sana bekerjasama dengan lembaga training adik kami. Sisa waktu tinggal 3 hari sebelum kembali ke Jakarta. Awalnya kami berpikir untuk jalan-jalan aja di sekitar kota Banda Aceh, mengajak Ayah dan Ibu keliling ke tempat-tempat yang bisa dijadikan sarana refreshing.
Gara-gara mati listrik, keputusan jadi berubah. Mati listrik lumayan sering terjadi di kota Banda Aceh kala itu. Setiap terjadi pemadaman, bisa berlangsung 3 sampai 5 jam. Waktu itu pemadaman terjadi di malam hari. Tak ada yang kami lakukan di saat mati listrik selain mengobrol santai bareng keluarga. Saat kami membahas akan ke mana besok jalan-jalan, tercetuslah ide untuk napak tilas ke kampung halaman Ibu di kota Meulaboh, sambil menyusuri pesisir Aceh Barat. Kapan lagi bawa Ibu nostalgia ke kampung halaman. Waktu 2 hari rasanya cukup, menginap semalam di sana. Pada jam 10 malam itu juga kami menyewa mobil yang agak besar karena kami ajak keluarga adik juga. Alhamdulillah masih ada mobil available saat itu.
Perjalanan Menuju Kota Meulaboh
Esok paginya sekitar jam 9 kami memulai perjalanan menuju kota pahlawan Teuku Umar. Dari kota Banda Aceh menuju Meulaboh berjarak sekitar 245 km dan perjalanan seharusnya kami tempuh sekitar kurang lebih 6-7 jam. Namun karena kami berencana untuk singgah di beberapa tempat, maka akan memakan waktu sekitar 9 jam. Tempat pertama yang kami singgahi adalah wisata pemandian air panas Ie Su’um (bahasa Aceh, berarti air panas). Pemandian ini terletak di Desa Ie Su’um kabupaten Aceh Besar. Saat itu cuaca sangat panas, jadi kami tidak mandi melainkan hanya foto-foto saja. Dan juga karena sedang musim kemarau, airnya sangat sedikit.


Perjalanan pun kami lanjutkan. Kami melalui jalan raya yang sangat nyaman dilewati. Jalan raya sepanjang kota Banda Aceh menuju Aceh Barat merupakan program bantuan dari dunia internasional melalui USAID setelah bencana tsunami melanda Aceh tahun 2004 silam. Tak diragukan lagi kualitas jalannya, sangat mulus dan nyaman dilalui. Sepanjang jalan, kami melihat laut menghampar, pemandangan yang sungguh memesona. Posisi jalan raya yang sangat dekat dengan laut membuat seolah kami sedang menyusuri pantai sepanjang pesisir Aceh Barat itu. Dan tentu saja saya sendiri semakin terkagum-kagum akan keindahan tanah rencong ini.
Tak hanya keindahan laut yang bisa kami nikmati sepanjang perjalanan. Melainkan kami juga bisa menikmati hamparan gunung menghijau saat harus menanjaki Gunung Paro. Jalan yang lumayan sempit, menanjak dan berliku-liku cukup membuat kami harus lebih waspada. Apalagi jika berpapasan dengan truk besar. Namun kesulitan melalui jalan ini terbayar dengan indahnya pesona alam di mana kami berada di gunung, tetapi tetap bisa memandang indahnya laut. Kalau ada lagu cinta yang syairnya “laut kan kusebrangi dan gunung akan kudaki”, rasanya pesisir Aceh Barat ini tempat yang pas buat membuktikannya. Hehe.. Benar-benar kombinasi penciptaan alam yang luar biasa dari Tuhan.
Air Terjun Lhoong
Setelah melalui Gunung Paro, kami kembali melewati dataran dan siang hari sampailah ke persinggahan selanjutnya, air terjun Lhoong. Air terjun ini terletak di desa Tunong Krueng Kala, kecamatan Lhoong, Aceh Besar. Di air terjun ini kami sempatkan main air dan mandi. Udara yang sejuk, air jernih yang super dingin, ditambah hijaunya pohon-pohon di sekitar air terjun menambah kesegaran menikmati alam di siang hari itu.

Air terjun Lhoong yang bisa digunakan untuk mandi ini tingginya hanya 3 meter. Sebetulnya ada 3 tingkatan, 3, 5, dan 12 meter. Namun air terjun dengan ketinggian 5 dan 12 meter dilarang dikunjungi wisatawan, karena ada pembangkit listrik di sana.
Setelah puas mandi di sini, kami melanjutkan perjalanan, melintasi kembali jalan raya yang di tepiannya adalah hutan dan perkampungan penduduk, diselingi dengan pemandangan laut. Sesekali kami melewati barisan sapi yang sedang ‘santai’ di tengah jalan raya. Hehe.. Di Aceh, terutama di daerah yang jalan rayanya tidak terlalu ramai, binatang bisa berkeliaran bebas. Kendaraan yang melintas pun harus berjalan pelan saat melewati mereka. Jadi bukan mereka yang minggir, tapi kita yang mengalah. Enggak apa-apa lah ya, sekali-sekali. Hehehe..

Puncak Geurutee – When Mountain and Sea Collide
Selain Gunung Paro, ada 1 lagi gunung yang akan kami lewati, yaitu Gunung Geurutee. Gunung Geurutee masuk ke wilayah kabupaten Aceh Jaya. Jalan raya menanjaki Gunung ini lebih mulus dan tikungannya pun tidak terlalu tajam jika dibanding pada saat melintasi Gunung Paro. Sepanjang jalan kami bisa melihat secara langsung sekumpulan monyet kecil. Sepertinya mereka sudah terbiasa mejeng di pinggir jalan. Kadang ada pengendara yang memelankan mobilnya sekadar untuk memberi makan monyet-monyet itu. Bagi saya sendiri, ini pemandangan langka.
Sampailah kami di Puncak Geurutee dan kami putuskan untuk berhenti istirahat. Pesona alam di Puncak Geurutee ini sungguh menakjubkan. Bayangkan teman-teman ada di gunung, tapi juga bisa dengan bebas memandang laut di bawahnya. Kalau saya bilang, Puncak Geurutee ini when love and hate collide, eh salah itu lagu ya, when mountain and sea collide. Gunung sama lautnya kayak mau berantem gitu.. Haha, enggak sih, gunungnya bersinggungan langsung dengan laut. Asiknya lagi, di pinggir jalan, banyak kedai kopi berjajar. Jadi kita bisa menikmati secangkir kopi, sambil memandang laut biru yang menghampar dan tebing-tebing di pinggir laut berhiaskan tanaman-tanaman hijau. Sungguh indah!.



Rasanya ingin berlama-lama dan enggak mau beranjak dari sini. Pesisir Aceh Barat ini benar-benar memesona. Bagaimanapun keindahan itu harus ditinggalkan sejenak. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju kota Meulaboh melalui Calang. Senja sudah mulai menampakkan sinar merahnya. Kami masih setia menyusuri jalan-jalan di wilayah barat Nanggroe Aceh Darussalam ini. Sekitar menjelang maghrib sampailah kami di kota Meulaboh. Tujuan pertama kami adalah Masjid Raya Meulaboh, menemani Ibu mengenang masa kecil saat dulu sering dibawa kakek shalat berjamaah di masjid ini. Setelah menyempatkan makan malam, kami pun menginap di sebuah hotel sederhana di tengah kota.
Nostalgia Ibu
Meulaboh adalah kampung halaman Ibu. Selain jalan-jalan, tujuan kami ke kota ini adalah membawa Ibu pulang kampung. Meski saudara Ibu sudah tidak ada semua, tinggal keponakan saja, namun beliau sangat senang bisa melihat kembali kampung halamannya. Terlebih beliau bisa mengunjungi bekas rumahnya dulu yang sudah dibangun kembali dan ditempati keponakan. Rumah asli sudah hilang terkena tsunami. Beberapa rumah di sekitarnya terlihat masih ada yang belum dipugar dan dibiarkan rusak bekas bencana tersebut. Entah apa sebabnya. Keesokan hari setelah check-out dari hotel, kami masih membawa Ibu keliling kota. Napak tilas sekolahnya di masa SMA dulu. Setelah puas berkeliling, kami memulai perjalanan kembali ke Banda Aceh.
Perjalanan ini tak akan pernah kami lupa. Karena ternyata ini adalah terakhir kalinya kami membawa Ibu jalan-jalan jauh sebelum beliau berpulang. Kami bersyukur bisa sempat mengantarkan Ibu bernostalgia ke kampung halaman yang memang sudah lama dinantikannya.
Pantai Lhok Geuleumpang
Ada 1 tempat lagi yang kami singgahi dalam perjalanan kami ini, yaitu pantai Lhok Geuleumpang. Pantai ini berlokasi di desa Sawang, Setia Bakti, kabupaten Aceh Jaya. Laut yang berwarna biru kehijauan, debur ombak yang cukup besar, disertai angin sepoi-sepoi menambah kesempurnaan nikmat memandangi alam indah tersebut. Kami hanya singgah sebentar dan tidak sempat berjalan menyusuri hamparan pasir putih di sana. Rasanya enggak pengen balik ke Jakarta. Tapi apa daya.


Usai berfoto, kami pun segera meninggalkan pantai Lhok Geuleumpang nan memesona. Di sepanjang jalan menuju Banda Aceh, kami masih tetap saja mengagumi keindahan alam yang telah kami lewati di hari sebelumnya. Buat teman-teman yang berencana traveling ke Aceh, tidak ada salahnya mencoba mengeksplor eksotisme alam Aceh Barat. Enggak akan menyesal pokoknya menyusuri pesisir Aceh Barat yang memesona ini. Yakin, deh!
Alhamdulillah ya, Mbak Dewi sempat bawa Ibundanya ke kampung halaman.. Tp aku baru tau Mbak Dewi ada darah Acehnya ?
Ngomong2, ya ampun Mbak.. Keceh banget yaa pesona alam disana. Jadi pingin ?
Memang Mbak, indah banget, aku pun pengen ke sana lagi hehehe. Engga ada darah Aceh, itu ibunya si Mas wkwkwwk.
Selalu takjub kalau ada pemandangan gunung dan laut yang berdekatan. Jadi itu dataran tinggi atau rendah, ya? 😀
Btw, jadi baper banget baca yang bagian terakhir kali bawa Ibu jalan2 jauh. Untung sempat, ya.
Dataran ga terlalu tinggi hahah.. Iya alhamdulillah sempat Mbak.
Jalan2 ke kampung halaman itu emg enak banget. Bisa refreshing sekaligus nostalgia. Hehe.
Bener banget Mbak Eka.. hehe
aku ngakak liatin sapi bebas melenggang di jalan raya :)))
Emang kelakuan sapi-sapi di sana begitu Mas, kita harus maklum. hahahah
Alhamdulillah ya, Mbak Dew bisa ajak Ibu jalan-jalan sebelum berpulang.
Btw tempat wisatanya aku baru denger semua 😀 tapi bagus-bagus pemandangannya.
Iya dek, hehehe..karena gunung dan laut menyatu itu jadi tambah bagus.
Indah nian…beruntung sekali mba bisa kesana.
Aku yg punya darah Aceh jadi tertantang berkunjung kesini.
Thanks sharingnya…
Wah mba Ifa keturunan Aceh to? Daerah Aceh mana nih Mbak? Hayo mbak pulang kampung..hehe..
Lautan akan kudaki dan gunung akan kuseberangi demi kasih komen di artikel ini..
Gunung Geurutee keren !
Wakakaka Denyyy….
Puncak geureteu bagus banget
Banget Mbak, aku juga tidak terlalu banyak ambil foto sih waktu itu. Karena terbatasnya waktu. hehe..
duh jadi makin penasaran sama aceh dan ingin buru buru visit aceh. tapi tiket pesawatnya itu loh mba nguras kocek banget heheheee
Haha iya sih, Nggit. sepromo-promonya tetep lumayan wkwkwk.
Langsung terharu saat Mbak Dewi note bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan (indah) terakhir bersama ibunda….
Btw, terimakasih ya mbak, mengenalkan sisi barat Aceh yang sangat menawan….
Samaa-sama Kak Tuty 🙂
Kenangan indah bersama Ibunda untuk terakhir kali ya Mba 🙂
Btw, aku takjub sama sapi-sapi yang bebas berkeliaran di jalan raya itu 😀
Iya, Mbak. Hahaha..tersepona sama sapinya malahan..
Baru tai klo mb dew orang aceh.
Terkenang bgt pasti, apalagi moment nganterin ibunya pulkam sebelum berpulang. Semoga khusnul khotimah ibunya y mbdew.
Itu laut nya seger yak. Belum kebayang sih bisa napak kaki di ujung sumatera ap ngga 😀
Haha.. mas Endru yang orang Aceh, Nas.. Aamin, terima kasih doanya. Semoga terbayang ya.. aku juga pertama kali ke Sumatera itu ke Aceh, langsung ke ujung wkwkwkw.
Sapi-sapinya mudah-mudahan diawasi oleh penggembalanya. Biar aman, gak ketabrak dan gak dicuri juga.
Kadang dibiarin aja Mas Ris, entah ke mana yang punya hahaha..
Pas baca kalo ini perjalanan terakhir buat ibunya mbk dewi langsung sedih.. ??
Btw.. aceh boljug nih tempat wisatanya.. keren2 banget ??
Kaki sneaker biru harus menjejak di sana Len..haha
indah banget yaa..Aceh punya
Banget mba Harisca.. hehe
Selain kopi sanger dan Museum Tsunami, artikel Mba Dewi ini bikin aku pengen ke Aceh sesegera mungkin
Banyak kak Yun alasan ke Aceh, aku juga pengen lagi. Keindagan Sabang dan Gayo, mie aceh, ayam tangkap, sate matang, kari bebek, duh makanan semua hahaha.
Jadi pertemuan Aceh dan Jawa nih.
Banyak juga ya lokasi pariwisata di Aceh sana.
Iya Yud, asam di gunung ketemu garam di laut haha.. banyak banget hehe..
Baru tau mba Dewi asalnya dari Aceh. Lega ya mba rasanya bisa bawa ibunda pulkam ke Aceh sebelum berpulang ke rahmatullah. Semoga ibunda tenang disana ya mba
si Mas yang orang aceh Mbak..haha.. Aamin, terima kasih doanya.
duh Aceh….emang keren, pingin banget kesana lagi. top banget view gunung Geurutee ya mba…
iya Mbak.. itu foto lama siih.. sekarang udah ada spot foto bagus2..
Asli, keren-keren banget Mba Dew tempatnya.
iya Day.. banyak tempat keren di Aceh. Sabang, Gayo, dll
InsyaAllah bulan Juli tahun ini mau ngetrip ke Aceh, makasih infonya mbak Dewi, nambah referensi wisata tambahan.
Mantap Madi.. sama-sama..
Where the mountain and sea collide dan perjalanan berkesan bersama mendiang Ibu. I can feel your emotion inside Kak Dew.
Hehehe terima kasih, Kak Muti. 🙂
Meulaboh atau lebih di kenal dengan melbourne nya aceh hahaha
hahaha.. malah ga kepikiran
Masya Alla keren banget Puncak Geurutee,, jadi kepengen kesana juga. pemandangannya gak kalah sama Open Pit Belitung.
Iya mas, memang bagus bangeet.. kalau sekarang udah ada spot2 foto baru di sana.
Di Geurute ada cerita 1 ekor monyet atau kera atau apalah itu sejenis primata, dia akan duduk di salah satu warung yg banyak ada di pinggiran jurang dengan view pantai. Lalu dia akan disuguhi makanan/minuman oleh pemilik warung. Lalu dia akan makan/minum, lantas pergi, Lucu ya 🙂
iyaa.. dan aku ada foto monyet itu lg makan mas, hahah..
Aceh indah banget ya kak, apalagi ditambah perginya dengan mendiang ibu :))
btw, suka ngeliat gimana hewan-hewan di sana berkeliaran bebas tanpa ada yang mengganggu.
Betul Mbak.. bagus banget deh hehe..di tengah kota Banda Aceh pun ada, di kawasan Ulee Kareng, hewan yang berkeliaran di jalan, tp tidak sebanyak yg di foto itu.. itu sepi jalanan sehingga mereka bisa santai nangkring rame2 hahaha
Aceh! Destinasi yang paling pengen dikunjungin se-Sumatera. Kapan ya bisa ke sana?
Segera jadwalkan Mbak. haha
Ternyata wisata alam di Aceh banyak juga. Terimakasih sudah memberikan referensi
Sama-sama Mas Taumy..
Wahhh someday harus ke Aceh neh…. Mau petik ganja….
Hahahaha…
Bagian barat indonesia juga indah. Ga kalah sama bagian timur. Untuk Ibunda semoha husnul khotimah ya.
Aamin, terima kasih doanya Mba Reno.
Yang terlintas adalah, Meulaboh itu yang kena Tsunami ya?
Iya betul La.. Meulaboh, Aceh Barat itu yang paling parah..
ya Allah sumpah ini pemandangannya indaaaaah luar biasa..apalagi curug loong nya jdi pgn merasakan air terjunnya..aduh kapan aku bisa ke situ yaa? doa tulus bgt..
Iya itu seger banget, airnya dingin dan bening Mbak..
Iya bagus banget mba Ari.. hehe
Mba dew, iru kalo aku sampe di air terjun kayak gitu aku ga tahan ga nyebur mba. Hahaha
Trus ajarin aku renang ya Cha hahahah…
Puncak Geurutee bikin naksiiiirr ???
Iya Mbak.. aku jg pengen ke sana lagi.
Pantainya masih alami dan asyik. Kok aku malah senang lihat itu sapi-sapi di jalanan 🙂
hahaha pada terpesona ama sapi siih
wah sapi2nya bisa bebas yaa ga dikurung, selalu penasaran sama aceh
Harus ke sana!
yang saya kenang memang sapi.. waktu itu masuk pedalaman aceh jam 11 malem kaget suara keclingan di teras rumah teman.. eh ternyata sapi yang bebeas berkeliaran
hahahha… kalo yg malam2 aku ga pernah tahu..
Ke Aceh itu impianku banget dari dulu Mbak. Termasuk ke Meulaboh, pengen ngeliat langsung tempat yang dulu pernah kena tsunami dan gimana kondisinya sekarang.
Iya Kal.. aku ke sana pertama kali tahun 2005, pas bener2 abis tsunami dan masih nyata banget bekas2nya..
Kok saya jadi terharu ya, Mba.
Kalau udah bicarakan ttg Ibu nggak tau kenapa saya jadi baper mba. Hehe
Aceh indah ya.. Saya belum pernah ke sumatera. Kepingin bgt menjelajah sumatera termasuk aceh.
Hehehe iya Mas. Cobain ekspedisi Sumatera Mas..
Bagus banget pemandangan kampung halaman mamanya
Pantainya terutama.keren
https://helloinez.com
Iya Kak Inez hehehe..
Bunda…
Aku terharu lihat tulisannya. Semoga sang ibunda sehat selalu. Asik banget baca tulisan nostalgia ini dan Aceh nampaknya memanggilku untuk dikunjungi juga haha.
Andaikan bisa GSOS bawa team ke sana yaa aahaha..
jadi gak sabar nih, juli nanti mau eksplore aceh.. makasih tambahan referensinnya…
Wah, pasti ke Sabang ahaha..
ahhh mbak Dewi putri Aceh jugaa… pandai main gamelan pulak…ihhh kece
Aku suka Aceh, aku suka makanan Aceh…bumbunya enyaakk
bukaan.. aku orang Jawa asli dong.. yg aceh si mase..
Betul-betul memesona! Itu warna air lautnya bisa kayak gitu yaa, adem diliatnya.
Iya mbak Mae.. heheh
Waduh menarik sekali tulisannya. Mu di bokkmark, nanti kalau kesana pengen ke destinasi yang di tulis. Puncak Geruetee itu menarik sekali. terus pengen main air di air terjun Lhoong nya
Waah Mas Arief terima kasih.. hehehe.. iya itu Puncak Geurute bikin kangen ke sana lagi.
Mbak Dew orang aceh toh yaa??
Bukan Ti.. Jawa aseli…
bumi aceh belum keinjeeek niih…duh bagus banget ya ituhh
Iya Mas Agus, sempatkan Mas. hehe
Mba dew….monyet2 digunung geuretee tungguin pisang lg nih…seperti waktu itu pisang yg
Kebetulan dibawa almarhum ibu dibagi2 ke monyet di pinggir jalan.
Hahaha iya Mas. eh kok lupa, bahasa Aceh nya monyet apa ya..hahahaha
200an kilo, jauh banget ya. Tapi setimpal banget sih sama pemandangan indah yg diberikan.
Saya paling suka puncak Geurutee. Panorama laut dari atas gunungnya bagus banget.
Pasti ada kebanggan sendiri ya mbak bisa ajak ibu jalan2 di kampung halamannya.
Terima kasih mbak sudah berbagi
Iya Mas. Puncak Geureutee itu bikin kangen ke sana lagi heehhe.. Sama-sama Mas.
Pemandangan dari Puncak Geurutee indah sekali yaa.. Saya jadi ingin berkunjung ke sana 🙂
Woooaaaah…ternyata ibu kita sekampung ya kak. Gununh Geurutee itu emang highlight perjalanan Banda-Meulaboh. Ga pernah bosan melihat keindahannya setiap lewat situ.
wah sama to ternyata.. Pengen ke situ lagi hahaha…