Beberapa waktu lalu, saya ikut acara latihan bersama tari tradisional, tari klasik gaya Yogyakarta atau yang disebut Joged Mataraman. Acara ini diadakan oleh sanggar Surya Kirana bekerja sama dengan diklat anjungan DIY di Taman Mini Indonesia Indah. Saya memang tertarik untuk ikut acara ini karena seperti mengulang kembali masa-masa belajar menari dahulu. Karenanya, belajar tari tradisional terutama gaya Yogya ini menjadi salah satu been there done that buat saya.
Been there done that adalah hal-hal dalam hidup yang menjadi pengalaman tak terlupakan, walaupun mungkin tidak tahu kapan bisa melakukannya lagi. Been there done that saya antara lain adalah pernah berkecimpung menjadi sukarelawan, siaga bencana alam. Pernah tenggelam, pernah memakai kostum surjan dan blangkon dalam suatu pementasan karena kehabisan kostum cewek. Dan beberapa hal lainnya, yang bagi saya meninggalkan kesan yang mendalam. Termasuk latihan bersama tari tradisional bersama Sanggar Surya Kirana ini, yang benar-benar membuat saya terkesan.
Saya pernah belajar menari saat SD di sebuah sanggar. Meskipun demikian, tari-tari yang diajarkan sebagian besar adalah tari kreasi karya almarhum Bagong Kussudiardjo. Antara lain tari Yapong, Gembira, Wira Pertiwi, Bayangkari, Jaranan dll. Sebaliknya, tari tradisional klasik yang diajarkan sangat terbatas, hanya tari Bondan dan Gambir Anom. Tari tradisional yang ini merupakan tari klasik yang berasal dari Surakarta (Solo). Pementasan tari yang pernah saya tampilkan tidak terlalu banyak, hanya pada kegiatan sekolah dan kegiatan di lingkungan tempat tinggal. Yang tidak pernah saya lupa adalah menari kolosal saat perayaan 17 Agustus, untuk memeriahkan perayaan hari kemerdekaan, membawakan tari Keprajuritan. Kalau tidak salah ingat (maklum SD itu udah berapa tahun yang lalu yah haha), jumlah penarinya ada ratusan, enggak sampai seribu sih. Bagaimanapun itu adalah pengalaman yang sangat menyenangkan.
Latihan Bersama Tari Klasik Yogya
Berawal dari info seorang teman, Mas Andy, yang sudah duluan bergabung di sanggar Surya Kirana, saya berdua dengan Mbak Nunik Utami berniat untuk datang. Karena sudah lama sekali tidak pernah menari, kami tidak punya perlengkapan utama menari yaitu kain sampur. H-1 saya baru berburu mencari sampur di sebuah pertokoan. Akhirnya dapat juga meski kualitasnya kurang bagus. Tapi ga apa-apa lah daripada enggak ada. Uniknya, latihan bersama tari tradisional ini beda dengan latihan tari biasanya. Di latihan ini, kami harus memakai kostum yaitu kebaya, kain (jarik), sampur, dan sanggul bagi yang tidak berjilbab tentunya. Karena kami berdua memakai jilbab, maka kami tidak perlu memakai sanggul. Begitu pula untuk penari pria, wajib pakai kostum kaos hitam, kain, blangkon, dan sampur. Saya sendiri sempat heran, ini cuma latihan atau pertunjukan? Kok pakai kostum segala.
Persiapan
Hari H pun tiba. Sesuai saran Mas Andy, kami datang 1 jam sebelumnya. Untuk apa? Dandan dan ganti kostum. Hehe. Sesampainya di anjungan TMII, kami pun masuk ke salah satu ruangan di mana sudah ramai para penari perempuan yang sedang berdandan. Di ruangan ini aja kami udah terkesan. Why? Penari-penari ini benar-benar totalitas untuk sebuah kegiatan yang bernama latihan. Latihan lho ya bukan pementasan. Make-up, pakai sanggul, kebaya dan kain jarik yang semuanya dikerjakan dengan keseriusan. Meski rentang usia sangat beragam, ibu-ibu, remaja, bahkan anak kecil, tapi tidak menyurutkan semangat. Justru kami salut dengan mereka yang sudah berumur namun masih semangat melestarikan tari tradisional, tari klasik gaya Yogyakarta ini. Kami berdua malah minta dipakaikan kain jarik oleh salah satu penari yang masih kelas 1 SMP. Sepertinya dia sudah terbisa memakai kain sendiri. Pintar sekali dia memakaikan kain.
Penampilan Peserta Latihan
Setelah selesai ganti kostum, kami berkumpul di pendopo. Acara dibuka dengan doa, lalu sambutan dari pimpinan sanggar, Ibu Tatik Kartini Mustikahari. Sesi pertama dimulai, penari wanita dipersilakan duluan membawakan tari Sari Wiraga. Karena kami berdua masih newbie, kami diberikan posisi di tengah. Mungkin agar kami bisa mencontoh gerakan dari penari yang ada di depan, samping atau belakang. Latihan tari tradisional ini bukan seperti latihan biasa di mana guru mengajarkan gerakan, tapi kami langsung menari diiringi musik. Jadi kami berdua ya langsung saja mencontoh gerakan penari yang di depan kami atau pelatih yang juga ikut menari. Beberapa kali gerakan dan posisi tangan saya dibetulkan karena kurang pas.
Tari Sari Wiraga
Ciri Khas Tari Tradisional Gaya Yogyakarta
Beberapa ciri khas tari klasik gaya Yogya adalah gerakannya yang lambat dan halus perwujudan dari kesederhanaan dan kelembutan. Tergantung dari tari yang dibawakan. Ada juga tarian yang berkarakter gagah yang mencerminkan seorang kesatria ataupun kasar layaknya seorang raksasa. Tari Sari Wiraga termasuk tari yang berkarakter halus dan gerakannya lambat. Setelah selesai sesi pertama, bergantian dengan penari pria. Mereka membawakan tari Klana Alus, sebuah tarian dengan karakter dan gerakan yang halus, bercerita tentang raja yang merindukan seorang putri. Pada sesi latihan bersama ini selain tari Sari Wiraga, penari wanita membawakan tari Sari Kusuma dan tari Golek Lambangsari. Sedangkan penari pria membawakan tari Klana Alus dan Klana Raja. Pada saat kami membawakan tari, banyak pengunjung di anjungan Yogyakarta yang datang dan menonton. Ada beberapa orang bule juga yang datang. Mungkin inilah mengapa latihan tari tradisional ini dibawakan dengan memakai kostum. Bisa jadi ini semi pertunjukan, karena anjungan Yogyakarta juga banyak dikunjungi wisatawan.
Tari Klana Alus
Tari Klana Raja
Di sela-sela giliran menari, kami disuguhkan hidangan makanan yang juga sangat ‘njawani’ berupa kacang rebus, ubi, bakwan, tempe gembus, dll. Juga santap siang sederhana dengan menu masakan Jawa. Makanan ini dibawa secara sukarela oleh para anggota sanggar yang menari. Kami yang baru datang pertama kali pun ikut menikmati. Hehe.
Saya, Mas Andy, dan Mbak Nunik
Jadwal Latihan Bersama
Program latihan bersama tari tradisional ini diadakan 3 bulan sekali oleh sanggar Surya Kirana. Menurut Ibu Tatik, latihan bersama joged Mataraman ini sebagai ajang untuk silaturahmi. Ini merupakan free program yang dibuka untuk umum. Karenanya, siapa saja boleh bergabung dan langsung datang. “Di sini agenda kita kumpul-kumpul, dandan, foto-foto, dan makan-makan..hehe.” begitu kelakar Ibu Tatik. Suasana siang itu sangat menyenangkan. Kami mendapat pengalaman baru dan banyak teman baru. Selain program latihan bersama, Sanggar Surya Kirana juga ada program kelas tari. Jadwalnya setiap hari Sabtu, untuk dewasa pria dan wanita dan juga anak-anak. Kalau teman-teman mau bergabung, bisa follow akun instragramnya dulu di @surya_kirana_ dan dapatkan informasi lengkapnya di sana. Yang mau join di latihan bersama tari tradisional ini, yuk insyaAllah nanti tanggal 8 April kita latihan joged Mataraman bareng. Kesimpulannya, mari bersemangat melestarikan tari tradisional. Jika bukan kita, siapa lagi?
Salam Budaya!
Apikkkk bgtt,,,ceritane semoga selalu Ada yang peduli dengan budaya khususnya tari dan karawitan
Suwun Mas Andy.. aku salut lah sama Mas Andy yang multitalented dan semangat nguri-uri budaya Jawa. 🙂
memang kita perlu lestarikan budaya yang sudah tertimpa dengan budaya asing.. makasih mbak dewi.sangat bermanfaat
Sama-sama Mba Ari..semoga manfaat.
Kak Dew, seneng deh liat tulisan dan kegiatan Kak Dew yang selalu peduli sama budaya Jawa…. Semoga di luar sana banyak pemuda yang peduli budaya seperti Kak Dew yah…. Keep up d gud work KaK Dew ???
Terima kasih, Mbak Muti. Yes Mbak, semoga semakin banyak orang yang peduli dengan budaya sendiri. Hehe..
Suka banget sama orang-orang yang tetap nguri-uri budaya leluhur di zaman millenial seperti sekarang. Two thumbs up
Bener banget Mas Achi, salut sama mereka.
Keren banget mba dewi 🙂
Hehehe..para penari-penari itu yang keren Mbak 😉
ooo…joged mataraman itu istilah yaa…
Betul, Mas Agus. Tari klasik Yogya biasa disebut juga dengan joged Mataraman. 🙂
Keep writing…awaiting your next inspiration…
Sure..thanks 😉
Salut. Jadi ingin ikut.
Kuy Mas, coba ikutan hehehe
Aku terkesima sama cowok2 yg masih mau nari Jawa di zaman skrg. Pgn ikutan tapi gak pernah nari…duuhh pasti kaku bgt deh
Iya Mbak, salut deh sama mereka. Ga apa-apa dicoba saja Mbak..hehe
Wuahhh..
Jd ini toh behind the story dr foto2 tari itu..
Been there done that ! ????
hehehe iya Den.. hihi..
Ya ampun, aku juga pernah belajar nari Yapong dan Bondan tapi sekarang udah ilang semua :D. Btw, itu si sampur. Hihihi….
Yapong masih inget dikit-dikit Mbak.. kalo Bondan juga udah ilang.. si sampur, hahahah..
Baguuuss bgt ?
Iya syf, mereka narinya bagus banget memang..hehehe
Ceritanyaa bagus ?
Ooh hehehe
Kapan-kapan kalo ke TMII jadi pengen ke anjungan Yogyakarta nih, buat lihat yang latihan nari ?
Latihan bersama ini terjadwal Mbak..hehe.. nanti ada lagi tanggal 8 April, silakan datang yaa..
Aku melihat tari klasik Yogya itu sambil mikir, sabar amat ya itu penari-penarinya. Aku yang melihatnya aja sampe ngantuk, tapi si penarinya penuh penghayatan dan kesabaran tingkat dewa banget. Salut deh buat penari-penari slow motion itu.
Hahahah.. iya Bang Ocit..bahkan ada gerakan seperti setengah berdiri (istilahnya ‘mendak’) yang dilakukan agak lama dan ini bikin pegel..wkwkwk..
Kece sekali Mbak Dewi ini *tepuk tangan*
Yang kece itu mereka-mereka itu, Dik, yang apda pinter menari dan sangat cinta budaya. hehehe..
Salut untuk mbak Dewi yang antusias ikut melestarikan budaya tari…Keren euy. Saya pernah ikut latihan tarian padang, tapi karena tertarik dinamik rentak alat musik dan gerak tariannya…
Hehehe, karena kangen nari aja Mbak.. saya malah masih penasaran pengen belajar tari Saman Aceh. 🙂
Kalau tarian Jawa, umumnya gerakannya pelan banget. Butuh penghayatan buat penari dan juga penontonnya.
Iya Mas Ris, tapi kalo tarian cowok ada juga yang gagah kok..hehehe..
hampir saya gagal fokus dengan matraman… cowok segede saya bisa ga sih mba?
Hehehe.. Bisa saja dong Bang Doel..
Saya belum pernah kesampean loh mba, nari tradisional jawa. Tp kalo ikut kayaknya udah ketuaan nih. Udah nggak luwes, hiks
Hehehe.. dicoba aja Mas Ben.. tidak mengenal usia kok wkwkwk..
Kalo pengen ikutan, ada syarat tertentu ga Mbak Dew? Terus pakaiannya kita siapin sendiri atau emang disediakan darisana?
Ga ada syarat apa2 Kal.. pakaian ( kebaya, kain jarik dan sampur) kita siapin sendiri. Kemarin aku enggak bawa stagen, untung ada yang bawa dan ga dipakai, bisa pinjem hehe..
mau ikutanbisa ga si mba 🙁
Bisa.. nanti tanggal 8 April yaa..
Been there done that saya kira lbh ke semacam bucket list yg mau dikejar
Bisa juga mas, been there done that dijadikan sebagai list impian.. hehe..
Itu lemah lembut banget kayaknya hehe
hahah iya La.. kebetulan itu narinya yang lemah lembut..
Total banget yaa, latihan padahal, kalau pentas pasti bagus banget. Ajakin Daddy nya bun ikut latihan nari, kalau ga mau, ikut aja buat dokumentasiin.
Kalau nari piring ada juga latihannya bun?
Hahaha Daddy nya ga minat di bidang seni.. wkwkwk..
Kalo tari klasik gaya Yogya enggak ada tari piring sepertinya hehe..
Salam budaya juga, Mba Dew hehe
hahahahah
pengen.. tapi aku mana bisa narii.. hiks.
bakal malu2in kalo ikutan. ?
ikut latihan tari klasik yang di Samurti aja mungkin Ti, mulai dari pemula..hehehe
Aku suka banget nonton tari2an meski g bisa
Hehehe iya Mbak, tari klasik gaya Yogya ini juga menarik buat ditonton.
Keren ih ka dewi bisa nari jawa.. aku orang jawa tapi gabisa.. sedih..
cobain Len, latihan tari klasik gaya Yogyakarta.. hehehe..
Kok sampur sampuranya ngga di ceritain mbak. Tak waca ngenteni tekan ntek ternyta g dibhas wjwk
Masalah persampuran itu off the record Nas! Bukan konsumsi publik. wwkwkkw..
penasaran juga kemaren pingin daftar ikutan.. tapi kok ya ragu… wkwkwkwk… dulu sering ikutan nari.. lumayanlah.. pas sd smp tari jaipongan.. pas sma tari melayu…
Ntar yang tgl 8 April ya Bang.. tuh Babang udah sering nari juga ternyata kan. Cobain tari klasik gaya Yogya. 🙂
Salut, hobby sekaligus melestarikan budaya tanah air
Masih belajar Mba Ifa..hehehe
Pengen liat langsung Mba Dew sama Mba Nunik nari jadinya, itu di foto keren bgt hehehehe…
hehehe.. itu masih belajar, narinya masih amatir laah.. lihat langsung bisa nanti tgl 8 April ada lagi.
Sukaa sama tulisannya, menarik banget
Alhamdulillah, semoga bermanfaat Mbak. 🙂
keren ya lihat mereka yang mau ajarin gratisan, orang-orang yang punya dedikasi melestarikan tarian jawa mantap jiwa.
https://helloinez.com
Ye betul Kak Inez.. salut sama mereka.
Para pejuang pelestari budaya
Hehehe.. iya Mas
Mbak Dewi beneran pelaku seni sejati mbak…
Semoga banyak generasi2 kece yang terus mewwariskan budaya nya yaak..
#disini aku sudah merasa gagal..wkwk..hanya penikmat budaya, bukan pelaku
Aamiiin. Belum dimulai itu Ndari, kok bisa gagal. hehehehe.. Penikmat bisa bertransformasi menjadi pelaku nantinya wkwkwk.
Kak Dewi kereeeenn, saya selalu suka orang yang selalu melestarikan dan mempertahankan budaya..
Hehehe.. hobi aja Zen.. 🙂
Tanpa orang-orang seperti Mba Dewi ini mungkin budaya kita akan tergerus zaman. Semoga terus menginspirasi generasi selanjutnya ya Mba 🙂
Hehehe.. belum bisa berkontribusi apa-apa mba Ning.. Mereka ini yang sangat menginspirasi. 🙂
Wah mbak, sebulan yg lalu saya kesini, tapi waktu itu cuman pementasan gamelan sama nyinden doang, hihihi
Ooh, kalo bisa nanti silakan datang tanggal 8 April Mas, ada latihan bersama joged mataraman lagi, tari klasik gaya Yogyakarta. 🙂
Salut, masih melestarikan budaya bangsa
Seneng aja Mas, kalau mau ikutan monggo Mas, ini program umum, 3bln sekali. hehe
Baik,, nanti jika ada info latihan bersama Tari Klasik Yogya lagi akan saya infokan ya.. Terima kasih sudah mampir ke sini. 🙂